Makalah Profesi Guru


PROFESI GURU

A.       Pendahuluan
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, melalui pendidikan pembinaan akhlak, etika atau pun moral akan  dapat terarah dengan baik manakala dapat dipahami makna dan peran pendidikan serta guru sebagai pelaksana teknis dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Baik pendidikan maupun guru merupakan hal yang saling melengkapi, bahkan keduanya tidak dapat terpisahkan. Ketika kita membicarakan pendidikan maka peran serta guru pasti ada di dalamnya, begitupun sebaliknya ketika hendak membicarakan guru maka sudah dapat dipastikan hal-hal yang melekat dalam pembahasannya adalah seputar pendidikan baik itu di dalamnya terdapat persoalan lain seperti administrasi dan manajemen pendidikan, murid, kurikulum dan sebagainya.
Menurut M.J. Langeveld pendidikan adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada anak yang belum dewasa dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan, dalam arti dapat berdiri dan bertanggungjawab susila atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri. Sementara menurut pakar sosiologi Ary H. Gunawan berpendapat bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurutnya, terdapat hubungan antara pendidikan dengan keadaan social masyarakat. Relasi ini bermakna bahwa apa yang berlangsung dalam dunia pendidikan merupakan gambar dari kondisi yang sesungguhnya di dalam kehidupan masyarakat yang kompleks. Demikian juga dengan kondisi masyarakat baik dalam bentuk kemajuan, peradaban dan lainnya tercermin dalam kondisi pendidikan. Hal semacam ini bisa diibaratkan seperti seorang bayi yang baru lahir agar dapat melakukan adaptasi dengan lingkungannya ketika ia hendak minum asi, begitu pula dengan program-program pendidikan harus senantiasa menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Ki Hadjar Dewantara yang sering disebut sebagai Bapak Pendidikan Indonesia pun mendefinisikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai norma yang mencakup kekuatan batin dan karakter, pikiran, dan tumbuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras. Atau bagi Paulo Freire mendefinisikan pendidikan merupakan sikap atau tindakan pembebasan yang dilaksanakan dengan, bukan untuk kaum tertindas baik individu maupun manusia keseluruhan dalam perjuangan tanpa henti untuk meraih kembali kemanusiaan mereka. Definisi pendidikan  Freire ini lebih dikenal dengan istilah pendidikan pembebasan, yang tidak menekan manusia baik secara lahir atau batinnya untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia tersebut.
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah dalam UU Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 telah jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar da terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Disebutkan pula dalam pasal di atas, bahwa pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berlandaskan pandasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia serta pendidikan harus tanggap terhadap perubahan zaman.
Upaya dalam membentuk karakter bangsa merupakan keniscayaan yang perlu dilakukan apabila bangsa ini berkehendak untuk menjadikan bangsanya yang beradap dan berbudaya. Pendidikan sebagai sebuah langkah tegas untuk membentuk karakter perlu dan wajib dilakukan. Oleh kerenanya, kemajuan pendidian dapat menjadi cerminan kemajuan masyarakat dan dunia pendidikan yang semrawut juga dpat menjadi cermin terhadap kondisi mesyarakatnya yang juga penuh persoalan.
Barapapun definisi tentang pendidikan sangat beragam, seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa pendidikan adalah upaya membantu manusia untuk menjadi manusia. Ungkapan ini sangat ideal dan memiliki makna besar ketika mampu menterjemahkan oleh para guru sebagai pendidik bagi murid-muridnya di sekolah. Sebagai seorang pengajar sekaligus pendidik bagi muid-muridnya, guru merupakan faktor penentu dalam keberhasilan setiap upaya pendidikan. Dan oleh sebab itu setiap adanya inovasi di dunia pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa batapa eksistensi guru dalam pendidikan sangatlah penting.
Berbicara tentang pendidikan, maka keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan peran guru-guru di dalamnya. Karena bagaimanapun juga kepada merekalah makna kebehasilan pendidikan dapat diharapkan. Sebagai salah satu sumber daya yang berada dalam ruang lingkup pendidikan yang harus dikelola dan dikembangkan secara berkesinambungan, setiap guru senantiasa harus mampu menjadi dirinya sebagai sumber pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang terakumulasi dalam diri cita-cita pendidikan.
Ada sebuah makna sejarah terkait pendidikan dan guru yang sampai saat ini masih melekat dalam benak kita, di mana dahulu ketika Jepang mengalami kelumpuhan di segala bidang pasca pemboman yang diilakukan Negara sekutu pada pulau Hiroshima dan Nagasaki saat Perang Dunia II yang berdampak pada kemajuan masa depan dan bangsa Jepang, dengan kesiagapan sang Kaisar Jepang kemudian ia langsung mengambil dan mengumpulkan guru-guru yang masih hidup untuk diminta menata kembali jepang  yang sudah luluh tantak dengan mengajar ilmu dan budaya jepang. Dari keinginannya itu, jepang bangkit perlahan-lahan dengan memperbaharui system pendidikan mereka dalam semua jenjang pendidikan. Dan dalam waktu yang relative singkat, jepang berhasil membangun bengsanya menjadi yang kuat. Dari sejarah ini Nampak mengandung makna yang luar biasa, bahwa melalui pendidikan merupakan awal dan segalanya. Dan keberhasilan jepang secara nyata menjadikan pendidikan sebagai senjata bagi kebangkitannya, dan hasilnya luar biasa jepang dapat disejajarkan dengan negeri adidaya seperti Amerika Serikat.
Kalau saja kita membandingkan antara kemajuan jepang dan Indonesia sangatlah jelas kesenjangannya, padahal dalam segi waktu Indonesia merdeka dan jepang yang mengalami tragedi bom atom adalah sama yaitu tahun 1945. Sungguh jepang telah berlari jauh di depan, dan kita msih tertath-tatih bahkan mungkin jalan di tempat dan kadang kala juga mundur ke belakang. Contoh nyata dari kemajuan pendidikan di jepang adalah berubahnya pengertian buta di kalangan masyarakat jepang menjadi buta huruf dalam arti “tidak bisa menggunakan komputer”. Betapa jauhnya pengertian ini dengan pengertian aslinya di kalangan dunia ke tiga, yang berarti tidak bisa baca dan tulis.
Ironis memang melihat fakta sejarah yang telah disebutkan di atas. Perhatian pemerintah terhadap pendidikan harus fokus dalam peningkatan kualitas sumber daya guru, karena guru merupakan sector pendidikan yang paling utama dalam memajukan kehidupan bangsa. Bila kita menggunakan teori system, segala sesuatu dapat dirangkai dengan tiga hal, yakni: input, proses dan outputnya adalah kualitas lulusan yang menjadi jaminan. Atau dalam istilah Harefa menuliskan output pendidikan yang seharusnya dicapai oleh guru dalam menjalankan pendidikan yakni mewujudkan kualitas lulusan yang siap pakai, siap hidup dan siap belajar. Dengan teori system ini diharapkan mampu mendongkrak kepedulian dan keserisan dalam menjalankan proses pendidikan.
Namun ada saja masyarakat bahkan orang tua murid yang terkadang mencemoohkan dan menuding guru tidak memiliki kompetensi, tidan berkualitas dan sebagainya, manakala putra/putridnya tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ia hadapi dengan sendiri atau memilikikemampuan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat atau orang tuanya. Atau dari kalangan para pebisnis pun ikut memprotes peran guru, karenanya kualitas para lulusan dianggapnya kurang memuaskan bagi kepentingan suatu perusahaan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, di mata paraa muridnya sekalipun guru pada umumnya cenderung dihormati hanya sekedar kebutuhan murid-muridnya untuk mendapatkan nilaiterbaik dan lulus dengan predikat tinggi tanpa mesti kerja keras. Tentunya dengan berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada guru akan menurunkan wibawa guru, bahkan cepat atau lambat akan menurunnkan martabat guru. Jika hal ini sampai terjadi maka harus dicari upaya penyelesaiannya agar tidak berdampak panjang pada masa depan dari suatu bangsa.
Pendidikan sebagai jembatan emas masa depan bangsa, semestinya harus mulai peranan guru dalam proses mendidik, mengajar bahkan melatih peserta didiknya. Perhatiann pendidikan terhadap persoalan kompetensi individu seorang guru agar kelak menjadi jaminan bagi peningkatan profesionalisme guru dalam pendidikan dan menghilangkan asumsi negatif yang kerap menyelesaikan eksistensi guru, khususnya di masa dewasa ini.
Penyelenggaraan pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru bukan sekedar dilakukan untuk mempersiapkan murid-muridnya untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi saja. Jika hal semacam ini terjadi maka wajar sekali jika kita tengok fungsi dan peran pendidikan yang dikemukakan Emile Durkheim bahwa pendidikan semacam ini semata-mata sebagai pembelenggu dan bukan sebagai pembebas individu untuk melakukan tindakan atau mengekspresikan daya ciptanya. Model pembelajaran seperti ini menurut Paulo Freire sebagai pendidikan “Gaya Bank” yang hanya menjadi kegiatan menabung, yamg mana murid sebagai celengannya sedang guru sebagai penabungannya. Ruang gerak yang disediakan kepada murid hanya terbatas pada kegiatan menerima, mencatat dan menghafal saja, sehingga murid sulit untuk dapat mengembangkan kesadaran kritisnya. Di sini guru senantiasa dituntut untuk dapat mengembangkan kreativitas mengajarnya agar dapat memberikan revolusi pembelajaran yang tidak hanya mengandakan para faktor kognitif semata.
Kalau boleh saya meminjam bahasa Benjamin S. Bloom yang dikenal dengan teori tiga domain pendidikan yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Teori ini juga mendapat dukungan dari tujuan pendidikan islam dengan dasar guna membangun karakter bangsa yang bertakwa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan memiliki akhlak. Pendidikan bukan sekedar membentuk manusia yang cerdas intelektual atau kognitif semata, akan tetapi faktor akhlak atau afektif dan keterampilan atau psikomotorik pun harus menjadi sorotan utama. Oleh karenanya, dari beberapa teori tersebut dapat disampaikan bahwa pembentukan karakter bangsa sesungguhnya dapat dilakukan melalui perilaku atau akhlak yang baik di tegah masyarakat atau menontoh para perilaku baik, untuk kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan menurut pandangan islam, hal semacam itu disebut dengan Uswatun Hasanah.
Mengingat pentingnya peningkatan kompetensi yang wajib dimiliki oleh para guru, sudah sepatutnya didukung dan dijalankan dengan serius. Oleh sebab itu, sebuah ledakan besar akan terjadi pada dunia pendidikan ketika orientasi pendidikan diarahkan pada peningkatan mutu atau pun kualitas kompetensi guru di berbagai aspeknya. Lebihlebih guru merupakan sumber daya manusia yang keberadaannya sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, karenanya profesi guru merupakan profesi yang dapat saya katakana sedang “naik daun” dan bahkan yang menakjubkan dalam profesi guru ini adalah jumlah guru di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dan jika sampai tidak segera dilakukan upaya pembenahan secara selektif dalam memilih guru, maka profesi guru ini hanya akan menjadi profesi “murahan” yang tidak memiliki nilai jual tinggi bagi kemajuan suatu bangsa.
Dengan demikian guru tidak akan mendapatkan tempat lagi di hatii masyarakat khususnya para murid itu sendiri. Dan untuk mengembalikan eksistensi dan citra positif guru baiknya kita memahami upaya apa yang sekiranya tepat dalam menjaga nama baik profesi guru yang dikatakan professional.

B.     Pengertian Profesi
Makna profesi masih menjadi perbincangan yang menarik untuk dibedah, karena sampai saat ini masih belum ada kata yang tepat untuk memaknai pengertian profesi. Hal ini dikarenakan tidak ada standar pekerjaan atau pun tugas yang bisa mewakili sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi tersebut tidak bersifat komersial. Akan tetapi lazimnya terdapat empat pekerjaan yang selalu dikaitkan dengan profesi yaitu kedokteran, hukum, Pendidikan dan kependetaan.
Menurut Muchtar Lutfi seseorang dapat dikatakan memiliki profesi apabila memiliki kriteria berikut ini : pertama, profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian. Artinya suatu pofesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu, dan keahlian itu diraih dengan cara mempelajarinya secara khusus dan bukan diwarisi. Kedua, profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Ketiga, profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, artinya profesi itu dijalani dengan aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka dan secara universal pegangannya itu diakui. Keempat, profesi itu adalah untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri. Kelima,profesi itu harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif, kecakapan dan kompetensi itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya. Keenam, pemegang  profesi memiliki otonomi dalam menjalankan tugas profesinya dan hanya dapat dinilai oleh rekan seprofesinya. Ketujuh, profesi mempunyai kode etik profesi. Kedelapan, profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan.
Selain daripada pertanyaan diatas, Finn menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu. Juga Finn pernyatan bahwa suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi yang lain, hal ini diperlukan karena ada kalanya suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi.
Dari criteria profesi seperti yang telah diuraikan diatas, Nampak terdapat criteria yang dapat mewakili tentang pengertian profesi yakni profesi sebagai panggilan hidup dan keahlian. Jika kita perjelas bahwa profesi sebagai panggilan hidup merupakan penekanan terhadap bagaimana seseorang melakukan kegiatan berdasarkan pada pengabdiannya terhadap masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah dedikasi. Sedangkan keahlian menjadi syarat seseorang untuk melakukan dedikasinya terhadap masyarakat dengan kompetensi dalam hal peningkatan mutu layanan terhadap kliennya.
Demikian profesi dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang dengannya bertindak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan didorong dengan adanya motivasi dari dalam jiwa untuk memberikan yang terbaik atas pekerjaan itu. Seperti yang terdapat dalam ajaran islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam artian harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh sebagaimana Sabda Rasulullah Saw berikut ini.


Artinya :” jika suatu urusan dikerjakan oleh seseorang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancuran”. (H.R.Bukhari).
Profesi adalah suatu bidang  pekerjaan yang ingin ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat dari pendidikan akademis yang intensif. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa melakukannya karena harus memiliki syarat-syarat tertentu untuk menjalaninya.
Teori tentang profesi baiknya sudah teruji dan dapat diakui secara universal, karena itu merupakan salah satu syarat yang mesti dipenuhi dalam membuat suatu teori.  Begitupun sesuatu dapat dikatakan sebagai suatu profesi yang profesional harus memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan adanya pengertian profesi semacam ini akan berbeda dengan pekerjaan yang lain karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Istilah yang kemudian berkembang dalam kata dasar profesi adalah profesional. Kata professional ini merupakan kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan lain sebagainya. Dengan kata lain, suatu pekerjaan dapat dikatakan professional manakala pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukanpendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat, dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang bersifat (manual worl).
Dengan bertitik tolak dari pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi, yakni :
1.      Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.      Menuntut adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekkerjaan yang dilaksanakannya.
4.      Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Selain persyaratan tersebut, terdapat persyaratan lainnya antara lain :
1.      Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan funsinya.
2.      Memiliki klien atau objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya, dokter dengan pasiennya.
3.      Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Atas dasar pernyataan tersebut, dengan jelas suatu pekerjaan professional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan pekerjaan itu. Demikian pula dengan profesi guru, harus ditempuh dengan jenjang pendidikan yang sesuai. Dengan kesesuaian pekerjaan menurut kompetensi yang dimilikinya itu, pemenuhan akan kepuasan atas layanan terhadap klien atau dalam pendidikan murid sudah dapat dipastikan akan segera tercapai tujuan pendidikan. Mengingat bentuk layanan ini merupaka bagian dari administrasi yang wajib terpenuhi dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Adanya kelalaian dalam proses pelayanan jasa terrhadap public akan mengakibatkan dampak buruk terhadap masa depan pekerjaan atau profesi tersebut. Dan jika sampai keluhan-keluhan daripada klien tidak segera difasilitasi maka terjadilah pengabaian kualitas layanan public.
C.    Guru sebagai Profesi
Menyoal tentang guru dan dunia pendidikan bisa diibaratkan mengurut benang kusut, dari mana mulai dan pada titik mana akan berakhirnya. Tentunya, untuk dapat menjawab personal tersebut harus dapat dilihat dari sudut pandang mana yang harus digunakan dalam melihat guru. Suatu pendidikan tidak akan pernah berjalan secara optimal manakala tidak ada peranan guru di dalamnya yang secara kontinu berupa mewujudkan gagasan, ide, dan pemikiran dalam bentuk perilaku dan sikap yang terbaik dalam tugasnya sebagai pendidik.
Mengingat guru merupakan sebuah komponen yang paling penting dalam pendidikan, maka pemecahan masalah guru sudah dapat dipastikan akan memecahkan sebagian masalah pendidikan. Dan tidaklah mengherankan jika hari ini peranan guru menjadi sebuah isu sentral dalam upaya peningkatan kualitas pribadinya dan perbaikan pendidikan bangsa seutuhnya. Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan unsur keberhasilan pendidikan. Guru adalah unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam pendidikan. Terlebih lagi guru yang unggul (the excellent teacher) merupakan critical resource Indonesia any excellent teaching learning activities.
Untuk mempertegas eksistensi guru, sebagaimana tertera pada UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1; angka 1) disebutkan bahwa “ guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidik anak usia dini, jalur pendidikan frmal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Profesi guru sungguh nikmat dirasa. Penuh dinamika dan tantangan kehidupan. Pada perspektif ini akan dibentuk sikap Profesionalisme seorang guru. Berjuang tanpa kenal lelah demi cerdasnya generasi bangsa.
Di Negara-negara Timur sejak dahulu, menganggap gur sebagai orang suci dan sakti. Di Jepang, guru disebut sensei, artinya “yang lebih dahulu lahir” atau “ yang lebih tua”. Di Inggris, guru dikatakan sebagai teacher dan di Jerman der Lehrer yang keduanya berarti pengajar. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti pengajar, melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.
Sukmadinata menyatakan bahwa guru adalah manusia yang memiliki kepribadian sebagai individu. Kepribadian guru, seperti halnya kepribadian individu pada umumnya terdiri atas aspek jasmaniah, intelektual, social, emosional, dan moral. Seluruh aspek kepribadian tersebut terintegrasi membentuk suatu kesatuan yang utuh, yang memiliki ciri-ciri yang khas. Integrasi dan kekhasan ciri-ciri individu terbentuk sepanjang perkembangan hidupnya, yang merupakan hasil perpaduan dari ciri-ciri dan kemampuan bawaan dengan perolehan dari lingkungan dan pengalaman hidupnya.
Seperti halnya pribadi-pribadi yang lain pembentukan pribadi guru, dipengaruhi faktor-faktor yang berasal dari lingkungan keluarganya, sekolahnya di tempat ia dahulu belajar, masyarakat sekitar serta kondisi dan situasi sekolah di mana sekarang bekerja. Dengan tidak mengabaikan pengaruh lingkungan yang lain, besar sekali pengaruh dari pengalaman pendidikannya disekolah tempat dia mempersiapkan dirri dalam tugasnya sebagai guru. Kepribadian dia sebagai guru, sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari kepribadiannya sebagai individu.
Untuk dapat menjadi guru yang baik dan bahkan dekat dengan kata professional amat sulit kita temukan pada konteks sekarang ini. Apalagi pandangan islam terhadap guru ini sangat wara’ atau teliti dan selektif dalam menentukan seseorang untuk menjadi guru. Pertama, guru mesti memiliki ilmu yang luas. Ketiga,guru harus memiliki kesehatan baik secara jasmani maupun rohani. Keempat, guru wajib berkelakuan baik. Keempat syarat untuk menjadi guru ini berdampak besar pada perubahan peserta didiknya, jika salah satunya pincang dan tidak dimiliki oleh para guru maka keberhasilan tujuan pendidikan jauh dari  kata kesuksesan.
Guru memiliki banyak tugas, baik yang berkaitan dinas maupun diluar dinas yang sifatnya pengabdian. Menurut Uzer Usman terdapat tiga tugas guru, yakin tuasnya sebagai profesi,  kemanusiaan dan dalam hal kemasyarakatan. Guru dalam proofesi atau pekerjaannya memerlukan keahlian khusus sebagai guru, karena pekerjaan ini tidak dapat dilakukan leh sembarang orang yang bukan ahli di bidang kependidikan walaupun kenyataannya masih banyak dilakukan oleh orang-orang di luar kependidikan. Dan tidaklah heran jika profesi guru ini mudah terkena pencemaran yang dalam artian dapat merusak citra pendidikan itu sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa tugas guru meliputi mendidiik, mengajar, dan melatih. Menddik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Menurut Ahmaf Tafsir pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya atau dengan kata lain usaha untuk memanusiakan manusia. Sedangkan arti pengajaran merupakan transfer ilmu pengetahuan dari serang guru kepada muridnya, agar ia yang semula tidak tahu menjadi tahu. Dan melatih sebagai prooses mengembangkan keterampilan pada murid agar mahir dalam setiap yang diajarkan oleh gurunya.
Sekalipun pengertian pendidikan, pengajaran dan pelatihan seperti diatas Nampak tidak ada perbedaan yang signifikan. Karena dari pemaknaan ketiga istilah tersebut masih terdapat hubungan yang saling berkaitan antara satu sama lainnya, maka tak herran orang mengartikan mengajar adalah mendidik, mendidik adalah melatih, dan begitupun sebaliknya.
Tugas guru yang lain adalah dalam bidang kemanusiaan, guru disekolah harus dapat memposisikan dirinya sebagai orang tua kedua bagi para muridnya. Guru dituntut harus mampu menarik simpai sehingga ia menjadi idola bagi muridnya. Pelajaran apapun yang guru sampaikan hendaknya menjadi motivasi tersendiri bagi muridnya dalam belajar dan mengembangkan setiap apa yang didapatkan dari gurunya. Dan yang paling membahayakan lagi adalahh manakala seorang guru sudah tidak mendapatkan tempat hati setiap muridnya, jika sudah seperti itu jangan mengharap akan adanya murid yang bersimpati terhadap guru dan jika itu terjadi maka kegagalan pertama bagi seorang guru adalah ia tidak dapat menanamkan benih ilmu pengetahuannya pada murid yang sedang diajaarinya. Dengan adanya kegagalan tersebut, setiap materi yang tidak menarik dipandangannya, sehingga setiap materi yang disampaikan tidak akan pernah masuk dan diterima oleh murid tersebut.
Sudah selayaknya guru meningkatkan kompetensinya, karena dengan upaya semacam itu peran guru di hadapan masyarakat akan lebih terhormat dan menjadi figure sentral dilingkungan dimana guru itu tinggal. Tugas guru pun tidak tterbatas sampai disitu saja, bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategiss yang memilih peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan yang peranannya tidak dapat tergantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan ini.
Keberadaan guru dalam suatu Negara sangatlah penting, apalagi bagi bangsa yang sedang berkembang untuk maju dan terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri. Semakin tepat peran dan fungsi guru dalam menjalankan tugasnya, semakin terjamin, tercipta dan terbinanya ksiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Demgan kata lain, potret wajah suatu bangsa dinamika kehidupan akan berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
Memang berat tugas menjadi seorang guru, karena menyangkut masa depan anak bangsa. Guru dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas, sebagai teladan bagi anak didiknya dan memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Dan menjadi seorang guru tidaklah mudah, perlu adanya usaha maksimal dan mentalitas yang luar biasa. Menjadi seorang guru bukann hanya sebatas pekerjaan belaka, tetapi sebuah panggilan jiwa untuk ikut membangun masa depan anak bangsa agar lebih maju dan berdaya.
Kedudukan guru yang begitu pentingnya bagi kemajuan masa depan suatu bangsa sampai kapan pun akan tetap diperlukan. Guru tidak hanya diperlukan bagi muridnya di sekolah, melainkan juga diperlukan bagi masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan beragam masalah yang dihadapi masyarakat. Dan Nampak jelas dedikasi seorang guru bagi suatu bangsa tentunya menjadi tumpuan harapan masa depan, ini terbukti dengan adanya peran guru bagi pendidikan bangsa menurut Ki Hadjar Dewantara sebagai Ing Ngarso sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan  Tut Wuri Handayani yang mengandung arti bahwa seorang guru harus menjadi suri tauladan ketika posisinya di depan, ketika di tengah-tengah mampu membangkitkan semangat dan membangun lingkungan masyarakat, serta ketika berada di belakang seorang guru harus memberikan motivasi atau dorongan bagi kemajuan suatu bangsa. Dengan konsep ini, Ki Hadjar  Dewantara kemudian menyebutkan dengan istilah system among atau trilogy pendidikan.
        Istilah “Teacher is Never Die” atau guru tak kan pernah mati sekiranya tidaklah berlebihan saya katakan untuk dapat mewakili rasa bangga saya terhadap profesi guru ini. Karena cendera guru sebagai “ pahlawan tanpa tanda jasa” merupakan predikat yang sangat berarti dalam dunia pendidikan, sejatinya pengabdian dan pengorbanan seorang guru tak habis di makan waktu dan tak lekang oleh zaman dalam rangka mendidik generasi bangsa ini, sehingga tidak peduli dengan materi yang didapatkannya.
Guru merupakan salah satu figure yang mempunyai amanat paling agung dan berat tanggung jawabnya. Eksistensi guru terhadap dekadensi moral sangat krusial sekali, karena baik buruknya nilai moral suatu bangsa title terhormat dan beliau seseorang pembawa misi mulia bagi kehidupan ini.
Untuk menghargai pengorbanannya itu (baca; guru), pemerintah telah memutuskan sekaligus menetapkan bahwa guru bukan lagi sebaagai “pekerjaan sambilan”. Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi  jelas tidak bisa di lakukang sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Sebagai sebuah profesi, guru bekerja berdasarkan payung hokum UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta diundangkan dalam lembaga Negara RI tahun 2005 nomor 157. Dimana dengan adanya undang-undang tersebut, guru memiliki payung hokum yang jelas dan tegas sebagai profesi yang perlu keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Ketika guru sudah dianggap sebagai profesi dan bukan pekerjaan sambilan, tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam menghadapi aral atau rntangan di depan mata. Meskipun dengan gaji yang kecil, tetapi guru harus tetap menjadi guru. Guru soso yang selalu digugu (didengar) dan ditiru (deteladani). Anugerah sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” diharapkan tetap melekat pada guru. Dengan demikian, profesi guru tetap menjadi profesi yang bermartabat, dihormati dan dihargai di mata masyarakat luas. Bahkan kelak akan diberi “hadiah” kehidupan yang lebih baik. Dan paling tidak hari ini profesi guru mendapatkan kehidupan yang lebih layak apabila disandingkan dengan kesejahteraan guru di masa lalu. Sekalipun gaji yang didapatkannya terkadang bagaikan duri yang menusuk lapisan kulit dan terasa sakit, tetapi di sinilah pentingnya kesabaran dan keikhlasan guru dalam menjalani profesinya.
Guru adalah suatu profesi, sekitarnya tepat untuk mewakili akan keberadaan guru di bumi ini. Karena untuk dapat dikatakan sebagai sebuah profesi, guru terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga keguruan. Dalam lembaga pendidikan tersebut, ia akan belajar tentang ilmu pengetahuan atau bidang studi yang akan diajarkan, iilmu dan metode mengajar, serta dibina agar memiliki kepribadian sebagai seorang guru.
D.    Guru  Profesional
Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan. Umumnya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber dayya manusia. Oleh karenanya profesi guru berbeda dengan seorang dokter. Jika dokter memberikan obat yang salah pada pasien, maka ia beranggung jawab terhadap seorang pasien saja yang ditanganinya. Sedangkan guru memikul tanggung jawab lebih berat lagi karena ketika sampai salah memberikan “obat”, maka akan berdampak fatal dan ia bertanggung jawab terhadap banyak anak didik yang diajarnya.
Kendati pun demikian, kondisi semacam salah mendidik seperti di atas justru harus dijadikan pelecut semangat perjuangan guru Indonesia untuk meningkatkan kualitasnya dalam mendidik. Dengan keteladanan dan jiwa besarnya, seorang guru. Harus selalu berdiri tegak dan tetap tegar di tengah huruk-pikuk kehidupan bermasyarakat agar dapat terus memberi inspirasi, pencerahan untuk mendidik dan memotivasi masyarakat.
Pembahasan tentang peningkatan profesionalisme guru tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang pentingnya keberadaan guru professional. Pertanyaan-pertanyaan terkait mengapa diperlukan guru professional dan apa standar seorang guru dapat dikatakan professional harus dijawab terlebih dahulu sebelum kita jauh melangkah bahwa profesionalisme guru perlu ditingkatkan.
Dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan diperlukan guru, baik secara individual maupun kolaboratif untuk melakukan sesuatu, mengubah “status qua” yang terjadi dalam pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih berkualitas. Patut untuk diketahui bahwa untuk meningkatkan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas tidak mesti harus bergantung pada guru sebagai satu-satunya komponen penentu pendidikan yang ada. Melainkan juga system itu akan sangat berpengaruh dan penting dalam proses dan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.
Guru memang bukanlah satu-satunya sumber belajar, walaupuun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat penting. Kalau ditilik dalam sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman. Sejatinya guru telah menjadi pendidik professional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagai tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Parra orang tua tatkala menyerahkan anaknya kepada guru, sekaligus berarti pelimpahan sebagai tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru tersebut. Hal ini pun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru karena tidak sembarang dapat menjadi guru. Namun semenjak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan perkembangan masyarakat serta budaya pada umumnya, beekembang pulalah tugas dan peran guru, seiring dengan berkembang jumlah anak yang memerlukan pendidikan.
Secara harfiah guru professional terdiri dari dua kata yang mengandung makna sangat menarik untuk dikaji. Kedua makna tersebut akan terwujud manakala saling melengkapi dalam penggunaannya. Ssebagaimana dalam UU Guru dan Dosen, Guru sendiri merupakan tenaga pendidik professional dengan tugas utama mendidik, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Perihal teori guru professional telah banyak dikemukakan ooleh para pakar manajemen pendidikan, seperti Rice & Bishoprick mendefinisikan guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Pendapatnya ini menekankan pada maksud proses yang bergerak dari ketidak tahuan menjadi tahu, dari tibasa menjadi bisa. Demikian dalam pengertian ini mengisyaratkkan bahwa guru hendak memiliki pengetahuan yang luas, kematangan dan mampu menggerakkan dirinya sendiri dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Sedangkan menurut Glickman menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan dan motivasi kerja yang tinggi yang dibarengi dengan kesungguhan hati. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun seseorang memiliki kemampuan tinggi tetapi motivasinya lemah, maka tidak dapat dikatakan professional. Dan sebaliknnya jika hanya mengandalkan motivasi saja tanpa dibarengi kemampuan yang cukup, maka selamanya pula tidak dapat dikatakan sebagai seorang yang professional.
Pemikiran Glickman ini amat perlu ada sebuah komitmen, komitmen yang bergerak dari yang paling rendah menuju paling tinggi. Guru yang memiliki komitmen rendah biasanya akan memberikan perhatian yang rendah kepada muridnya, sebaliknya jika seorang guru memiliki komitmen yang tinggi besar kemungkinan perhatiannya pada murid akan tinggi pula. Dengan adanya komitmen yang tingg tidak aka nada istilah guru bolos atau mallas-malasan dalam menjalankan kewajibannya untuk mendidik atau mengajar kepada murid-muridnya.
Padamnya gelora komitmen guru dalam pendidikan, khususnya dalam keiatan belajar mengajar dapat disebabkan dari murid itu sendiri dan juga yang terpenting berasal dari guru sebagai penentu pendidikan. Terkadang guru enggan masuk kelas yang muri-muridnya mempunyai daya serap rendah, sebab dengan hal semacam ini gairah ataupun spirit untuk mengajar dapat terpancing manakala berhadapan dengan murid yang memiliki daya serap tinggi. Padahal kalau kita kaji secara tepat, permasalahan semacam ini bukan didasarkan pada kelemahan daya serap para murid, melainkan karena daya baca seorang guru lemah yang menngakibatkan ilmu pengetahuan mereka dangkal dan sempit, begitupun dengan budaya membaca bagi siswa tidaklah terbiasa.
Meskipun pahit, harus dapat diakui bahwa faktor penghambat dalam pendidikan yang datangnya dari guru cukup bervariasi. Dahulu, guru sangat dihormati, disegani bagi murid-muridnya dan masyarakat. Tetapi belakangan ini, apalagi semenjak regradasi moral mulai mengikis atau peserta didik, banyak guru yang menjadi korban perasaan. Sebab, murid-murid kebanyakan tidak diwarisi nilai-nilai agama yang mantap ileh orang tuanya bahkan tidak mengindahkan guru lagi.
Guru merupakan pemeran penting dalam proses pembelajaran. Secara konvensional, guru palimg tidak haruus memiliki tiga kualifikasi dasar yakni menguasai materi, antusiasme dan penuh kasih sayang dalam mengajar dan mendidik. Misi adanya guru adalah enlightening.”mencerdaskan bangsa” dan bukan sebaliknya membodohkan masyarakat, mempersiapkan anak didik sebagai individu agara bertanggungjawab dan mandiri, bukan menjadikannya manja dan beban masyarakat. Proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofi guru bahwa setiap peserta didik adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan.
Namun dapat kita lihat, secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif. Mereka masih menggunakan pandangan konvensional dalam menempatkan posisi mereka. Padahal filosofi terpenting bagi mereka adalah guru sebagai sumber ilmu, ide da insprasi sehingga muridnya dituntut untuk paham maksud yang disampaikan oleh guru. Menjadi catatan penting bagi kita, bahwa kreativitas guru juga kedalaman pengetahuan atau pun wawasan dapat menunjang kualitas profesionalisme guru. Karena itu, menjadi guru yang professional berarti harus selalu membiasakan untuk membelajarkan diri.
Menjadi professional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tetnya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personality. Guru harus memiliki keahlian tertentu dan disandarkan secara kode keprofesian. Bila ia tak punya keahlian menjadi guru maka tidak dapat disebut sebagai guru. Oleh karenanya tidak semua orang bisa menjadi guru.
Namun, pada kenyataannya banyak ditemui bahwa pilihan profesi guru sebagai pilihan profesi terakhir. Profesi ini dirasa kurang bonafide, dekat dengan status social menengah ke bawah, bergajji kecil, tidak sejahtera, dan hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan ada guru yang diambil dengan asal comot. Yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator kurikulum pendidikan. Pengentas kebodohan ia merupakan matahari dan pilar peradaban sekaligus benang merah kemajuan suatu masyarakat dan motor penggerak peradaban suatu bangsa.
Dapat dibayangkan bila profesi ini diamanahkan bagi mereka yang tidak professional dan menjadikan profesi ini sebagai pilihan terakhir. Akan dibawa kemana bangsa ini? Kemudian yang perlu kita lihat juga adalah prinsip profesionalitas itu sendiri, sebagaimana yang termaksud dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen berikut ini.
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip :
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism;
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugasnya.
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas.
5.      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tuga keprofesianalan.
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.      Memiliki kesepakatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjag hayat.
8.      Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru dan dosen harus diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menujang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukan bangsa, dank ode etik profesi. Demikian pula, seseorang dapat dikatakan guru yang professional adalah juga dapat dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Hal ini dilakukan untuk meninkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasiional.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban :
1.      Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
2.      Meningkatkan dan mengembangkan kualitas akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,, teknologi dan seni.
3.      Bertindak objektifdan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
4.      Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum dank ode etik guru, serta nilai0nilai agama dan etika.
5.      Memelihara dan menumpuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Guru professional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis dan berakhlak. Guru professional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendualang harapan agar mewujudkan impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan guru.
Demikian guru professional adalah guru yang meramu kualitas danintegritasnya. Mereka tidak hanya memberikan pembelajaran bagi peserta diddiknya tetapi mereka juga harus menambah pembelajaran bagi mereka sendiri kaarena jaman terus berubah. Ia harus terus meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam berbagai bidang.
E.     Organisasi Profesi Guru
Keberadaan manusia di dunia ini telah membawa sejumlah kemampuan dan kebutuhan untuk hidup. Dalam menjalankan aktivitasnya, manusia senantiasa didorong oleh upaya untuk memenuhi kebutuhan dengan menggunakan sejumlah kemampuan yang dimilikinya. Tingkat keberhasilan dalam usaha dan pencapaian kebutuhannya itu dapat di pengaruhi oleh sejumlah faktor baik dorongan kebutuhan, kemampuan dan lingkuungan individu manusia tersebut berada.
Hal yang nyata, bahwa manusia sebagai individunya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya oleh seorangdiri. Oleh karena itu, setiap individu manusia senaniasa melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya untuk memperoleh setiap apa yang dibutuhkannya. Berangkat dari pemikiran J.J. Rousseau yang mengatakan bahwa manusia merupaakan Homo Socius (makhluk social) atau menurut Aristoteles di sebut dengan zoon politicon dank arena pada dasarnya tidak ada individu manusia yang terlahir dan hidup secara mandiri. Begitu dalam masyarakat modern, individu manusia dipandang mempunyai keterbatasan kemampuan bila harus memenuhi kebutuhannya sendiri, maka senantiasa membutuhkan orang lain untuk kerja sama yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama mereka agar berhasil.
Dalam usahanya untuk bermasyarakat itu, maka manusia berkelompok atau memasuki suatu kelompok atau yang disebut dengan organisasi, yang juga unuk mencapai kepuasan lahir dan batis serta peningkatan diri. Kelompok atau organisasi itu kemudian menjadi himpunan manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian hal semacam ini memunculkan gagasan tentang adanya organisasi.
Secara sederhana organisasi dapat diartikan sebagai suatu perserikataan orang yang masing-masing diberikan peranan tertentu dan melaksanakan tugas sesuai peranan tersebut bersama-sama secara terpadu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Akan tetapi, kajian tentang organisasi tidak hanya fokus pada perkumpulan orang-orang, aktivitas dan tujuan yang akan eksistensi, perkembangan dan efektivitas organisasi tersebut yang mencakup tupoksi, teknologi, informasi dan sumber lainnya yang saling mempengaruhi dan terpadu dalam suatu system yang disebut dengan administrasi dan manajemen,. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa konsep umum organisasi adalah entitas social yang secara sadar dikoordinasikan dengan batasan-batasan yang relative dapat diidentifikasikan dengan terus menerus bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan umum.
Keberadaan organisasi pada hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, atau jika mungkin hal tersebut dicapai secara efisien melalui usaha kelompok untuk mencapai misi bersama. Lebih jauh menurut Robbin yang dikemukakan dalam buku Strategic Management for Education Management  yang disusun oleh Akdon adalah bahhwa organisasi mengakui adanya kebutuhan untuk beraktivitas dan mengkoordinasi pola interaksi para anggota orrganisasi secara formal.
Aktivitas-aktivitas dalam organisasi tersebut kemudian menghubungkan tujuan organisasi dengan keberhasilannya, yang kemudian hal ini dikelola melalui sebuah system yang disebut dengan manajemen untuk mengelompokkan aktivitas-aktivitas tersebut sedemikian rupa sehingga membentuk struktur organisasi. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Dengan demikian, organisasi terdiri dari tugas-tugas dan manusi yang harus dipertahankan pada suatu tingkat keseimbangan untuk menjalankan system kerjasama yang ada. Dan setiap adanya kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mewujudkan tujuan bersama, itulah yang disebut dengan organisasi. Dan suda barang tentu proses pencapaian tujuannya itu diperlukan sebuah upaya atau proses pencapaian tujuannya itu perlu sebuah upaya atau proses kerja yang di teratur. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan ilmu administrasi dan manajemen itu sendiri dalam setiap aktivitas organisasi tersebut agar tingkat pencapaian keberhasilannya berjalan secara efektif dan efisien..
Banyak jumla guru di Indonesia yang tidak dibarengi dengan kualitas baik akan menjadi masalah tersendiri bagi kemajuan pendidkannya. Hal ini juga menjadi daftar tambah masalah baru bagi tanggung jawab pemerintah dalam menyejahterakan guru-guru Indonesia yang kian meningkat dari waktu ke waktu. Upaya pemerintah dalam mengatasi ledakan jumlah guru di indonesa, selalu timbul tenggelam. Keseriusan yang dilakukan pemerintah selalu berbenturan dengan realita yang justru mendatangkan hantaman luar biasa terhadap pendidikan, sehingga berdampak pada bagaimana konsekuensinya dalam menjalankan amanah darii tujuan pendidikan itu sendiri.
Tak heran dengan jumlah guru yang begtu banyak, banyak pulalah organisasi profesi keguruan berdri dengan alih-alih memperjuangkan penngkatan kesejahteraan guru. Dperkuat lagi dalam UU Nomor 14 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa organisasi guru adalah perkumpulan yang berbadan hokum yang ddirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Sehingga dengan adanya organisasi profesi keguruan ini, segala kewenangan yang berkaitan dengan guru dan profesonalitasnya adalah mutlak menjad hak yang wajib dimiliki oleh setiap guru yang ada di Indonesia.
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/ kependdikan telah banyak mengalami diiferensasi dandiversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan diversikasi profesi kependidikan. Sebagaiimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayatv(6) bahwa “pendidikan adalah tenaga kependidikan yang berkualfkasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan oleh : “organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hokum yang ddirikan dan d urus oleh guru untuk mengembangkan profesonalitas guru”. Lebih lanjut dijelaskan hal-hal seagai berikut :
Pasal 41
1.      Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
2.      Organisasi profesi sebagamana dmaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.      Guru wajib menjadi anggota profesi.
4.      Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.      Pemerintah dan/ atau pemerinta daerah dapat memfaslitasi organisasi profesii guru dala pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunya kewenangan:
1.      Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
2.      Memberkan bantuan hokum kepada guru.
3.      Memberii perlindungan profesi guru.
4.      Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
5.      Memajukan pendidikan nasional.
Organisasii apapun yang dibentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah member manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan professional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan professional, dan melndungi masyarakat dari kemungkinan malpraktik dari layanan profesional. Termasuk organisasi profesi guru yang merupakan wabah untuk memayungi guru dan menyatukan gerak langkah anggotamya berdasarkan misi-misi yang ada di organisasi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya. Adapun sifat organisasi guru ini adalah independen dan fungsinya adalah untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependiidikan, perlindungan profesi, kesejah teraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar yang bersifat membangun, agar kami dapat mengembangkan media ini!