A. Pendahuluan
Sebagaimana
yang telah dikemukakan di atas, melalui pendidikan pembinaan akhlak, etika atau
pun moral akan dapat terarah dengan baik
manakala dapat dipahami makna dan peran pendidikan serta guru sebagai pelaksana
teknis dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Baik pendidikan maupun guru
merupakan hal yang saling melengkapi, bahkan keduanya tidak dapat terpisahkan.
Ketika kita membicarakan pendidikan maka peran serta guru pasti ada di
dalamnya, begitupun sebaliknya ketika hendak membicarakan guru maka sudah dapat
dipastikan hal-hal yang melekat dalam pembahasannya adalah seputar pendidikan
baik itu di dalamnya terdapat persoalan lain seperti administrasi dan manajemen
pendidikan, murid, kurikulum dan sebagainya.
Menurut
M.J. Langeveld pendidikan adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja
kepada anak yang belum dewasa dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan,
dalam arti dapat berdiri dan bertanggungjawab susila atas segala
tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri. Sementara menurut pakar
sosiologi Ary H. Gunawan berpendapat bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai
proses sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurutnya,
terdapat hubungan antara pendidikan dengan keadaan social masyarakat. Relasi
ini bermakna bahwa apa yang berlangsung dalam dunia pendidikan merupakan gambar
dari kondisi yang sesungguhnya di dalam kehidupan masyarakat yang kompleks.
Demikian juga dengan kondisi masyarakat baik dalam bentuk kemajuan, peradaban
dan lainnya tercermin dalam kondisi pendidikan. Hal semacam ini bisa
diibaratkan seperti seorang bayi yang baru lahir agar dapat melakukan adaptasi
dengan lingkungannya ketika ia hendak minum asi, begitu pula dengan
program-program pendidikan harus senantiasa menyesuaikan diri dengan
norma-norma yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Ki
Hadjar Dewantara yang sering disebut sebagai Bapak Pendidikan Indonesia pun
mendefinisikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai
norma yang mencakup kekuatan batin dan karakter, pikiran, dan tumbuh anak yang
antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras. Atau
bagi Paulo Freire mendefinisikan pendidikan merupakan sikap atau tindakan
pembebasan yang dilaksanakan dengan, bukan untuk kaum tertindas baik individu
maupun manusia keseluruhan dalam perjuangan tanpa henti untuk meraih kembali
kemanusiaan mereka. Definisi pendidikan
Freire ini lebih dikenal dengan istilah pendidikan pembebasan, yang
tidak menekan manusia baik secara lahir atau batinnya untuk dapat mengembangkan
potensi yang ada dalam diri manusia tersebut.
Adapun
pengertian pendidikan dari segi istilah dalam UU Sistem Pendidikan Nasional no
20 tahun 2003 telah jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan
adalah usaha sadar da terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Disebutkan pula dalam pasal di atas, bahwa
pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berlandaskan pandasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama dan kebudayaan nasional Indonesia serta pendidikan harus tanggap terhadap
perubahan zaman.
Upaya
dalam membentuk karakter bangsa merupakan keniscayaan yang perlu dilakukan
apabila bangsa ini berkehendak untuk menjadikan bangsanya yang beradap dan
berbudaya. Pendidikan sebagai sebuah langkah tegas untuk membentuk karakter
perlu dan wajib dilakukan. Oleh kerenanya, kemajuan pendidian dapat menjadi
cerminan kemajuan masyarakat dan dunia pendidikan yang semrawut juga dpat
menjadi cermin terhadap kondisi mesyarakatnya yang juga penuh persoalan.
Barapapun
definisi tentang pendidikan sangat beragam, seperti halnya apa yang dikemukakan
oleh Ahmad Tafsir bahwa pendidikan adalah upaya membantu manusia untuk menjadi
manusia. Ungkapan ini sangat ideal dan memiliki makna besar ketika mampu
menterjemahkan oleh para guru sebagai pendidik bagi murid-muridnya di sekolah.
Sebagai seorang pengajar sekaligus pendidik bagi muid-muridnya, guru merupakan
faktor penentu dalam keberhasilan setiap upaya pendidikan. Dan oleh sebab itu
setiap adanya inovasi di dunia pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal
ini menjadi bukti nyata bahwa batapa eksistensi guru dalam pendidikan sangatlah
penting.
Berbicara
tentang pendidikan, maka keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan
dan peran guru-guru di dalamnya. Karena bagaimanapun juga kepada merekalah
makna kebehasilan pendidikan dapat diharapkan. Sebagai salah satu sumber daya
yang berada dalam ruang lingkup pendidikan yang harus dikelola dan dikembangkan
secara berkesinambungan, setiap guru senantiasa harus mampu menjadi dirinya
sebagai sumber pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang terakumulasi dalam
diri cita-cita pendidikan.
Ada
sebuah makna sejarah terkait pendidikan dan guru yang sampai saat ini masih
melekat dalam benak kita, di mana dahulu ketika Jepang mengalami kelumpuhan di
segala bidang pasca pemboman yang diilakukan Negara sekutu pada pulau Hiroshima
dan Nagasaki saat Perang Dunia II yang berdampak pada kemajuan masa depan dan
bangsa Jepang, dengan kesiagapan sang Kaisar Jepang kemudian ia langsung
mengambil dan mengumpulkan guru-guru yang masih hidup untuk diminta menata
kembali jepang yang sudah luluh tantak
dengan mengajar ilmu dan budaya jepang. Dari keinginannya itu, jepang bangkit
perlahan-lahan dengan memperbaharui system pendidikan mereka dalam semua
jenjang pendidikan. Dan dalam waktu yang relative singkat, jepang berhasil
membangun bengsanya menjadi yang kuat. Dari sejarah ini Nampak mengandung makna
yang luar biasa, bahwa melalui pendidikan merupakan awal dan segalanya. Dan
keberhasilan jepang secara nyata menjadikan pendidikan sebagai senjata bagi
kebangkitannya, dan hasilnya luar biasa jepang dapat disejajarkan dengan negeri
adidaya seperti Amerika Serikat.
Kalau
saja kita membandingkan antara kemajuan jepang dan Indonesia sangatlah jelas
kesenjangannya, padahal dalam segi waktu Indonesia merdeka dan jepang yang
mengalami tragedi bom atom adalah sama yaitu tahun 1945. Sungguh jepang telah
berlari jauh di depan, dan kita msih tertath-tatih bahkan mungkin jalan di
tempat dan kadang kala juga mundur ke belakang. Contoh nyata dari kemajuan
pendidikan di jepang adalah berubahnya pengertian buta di kalangan masyarakat
jepang menjadi buta huruf dalam arti “tidak bisa menggunakan komputer”. Betapa
jauhnya pengertian ini dengan pengertian aslinya di kalangan dunia ke tiga, yang
berarti tidak bisa baca dan tulis.
Ironis
memang melihat fakta sejarah yang telah disebutkan di atas. Perhatian
pemerintah terhadap pendidikan harus fokus dalam peningkatan kualitas sumber
daya guru, karena guru merupakan sector pendidikan yang paling utama dalam
memajukan kehidupan bangsa. Bila kita menggunakan teori system, segala sesuatu
dapat dirangkai dengan tiga hal, yakni: input, proses dan outputnya adalah
kualitas lulusan yang menjadi jaminan. Atau dalam istilah Harefa menuliskan
output pendidikan yang seharusnya dicapai oleh guru dalam menjalankan
pendidikan yakni mewujudkan kualitas lulusan yang siap pakai, siap hidup dan
siap belajar. Dengan teori system ini diharapkan mampu mendongkrak kepedulian
dan keserisan dalam menjalankan proses pendidikan.
Namun
ada saja masyarakat bahkan orang tua murid yang terkadang mencemoohkan dan
menuding guru tidak memiliki kompetensi, tidan berkualitas dan sebagainya,
manakala putra/putridnya tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ia hadapi
dengan sendiri atau memilikikemampuan yang tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat atau orang tuanya. Atau dari kalangan para pebisnis pun ikut
memprotes peran guru, karenanya kualitas para lulusan dianggapnya kurang
memuaskan bagi kepentingan suatu perusahaan. Dan yang lebih memprihatinkan
lagi, di mata paraa muridnya sekalipun guru pada umumnya cenderung dihormati
hanya sekedar kebutuhan murid-muridnya untuk mendapatkan nilaiterbaik dan lulus
dengan predikat tinggi tanpa mesti kerja keras. Tentunya dengan berbagai
tuduhan yang dilontarkan kepada guru akan menurunkan wibawa guru, bahkan cepat
atau lambat akan menurunnkan martabat guru. Jika hal ini sampai terjadi maka
harus dicari upaya penyelesaiannya agar tidak berdampak panjang pada masa depan
dari suatu bangsa.
Pendidikan
sebagai jembatan emas masa depan bangsa, semestinya harus mulai peranan guru
dalam proses mendidik, mengajar bahkan melatih peserta didiknya. Perhatiann
pendidikan terhadap persoalan kompetensi individu seorang guru agar kelak
menjadi jaminan bagi peningkatan profesionalisme guru dalam pendidikan dan
menghilangkan asumsi negatif yang kerap menyelesaikan eksistensi guru,
khususnya di masa dewasa ini.
Penyelenggaraan
pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru bukan sekedar
dilakukan untuk mempersiapkan murid-muridnya untuk masuk ke jenjang perguruan
tinggi saja. Jika hal semacam ini terjadi maka wajar sekali jika kita tengok
fungsi dan peran pendidikan yang dikemukakan Emile Durkheim bahwa pendidikan
semacam ini semata-mata sebagai pembelenggu dan bukan sebagai pembebas individu
untuk melakukan tindakan atau mengekspresikan daya ciptanya. Model pembelajaran
seperti ini menurut Paulo Freire sebagai pendidikan “Gaya Bank” yang hanya
menjadi kegiatan menabung, yamg mana murid sebagai celengannya sedang guru
sebagai penabungannya. Ruang gerak yang disediakan kepada murid hanya terbatas
pada kegiatan menerima, mencatat dan menghafal saja, sehingga murid sulit untuk
dapat mengembangkan kesadaran kritisnya. Di sini guru senantiasa dituntut untuk
dapat mengembangkan kreativitas mengajarnya agar dapat memberikan revolusi
pembelajaran yang tidak hanya mengandakan para faktor kognitif semata.
Kalau
boleh saya meminjam bahasa Benjamin S. Bloom yang dikenal dengan teori tiga
domain pendidikan yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Teori ini juga
mendapat dukungan dari tujuan pendidikan islam dengan dasar guna membangun
karakter bangsa yang bertakwa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan
memiliki akhlak. Pendidikan bukan sekedar membentuk manusia yang cerdas
intelektual atau kognitif semata, akan tetapi faktor akhlak atau afektif dan
keterampilan atau psikomotorik pun harus menjadi sorotan utama. Oleh karenanya,
dari beberapa teori tersebut dapat disampaikan bahwa pembentukan karakter
bangsa sesungguhnya dapat dilakukan melalui perilaku atau akhlak yang baik di
tegah masyarakat atau menontoh para perilaku baik, untuk kemudian dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan menurut pandangan islam, hal
semacam itu disebut dengan Uswatun
Hasanah.
Mengingat
pentingnya peningkatan kompetensi yang wajib dimiliki oleh para guru, sudah
sepatutnya didukung dan dijalankan dengan serius. Oleh sebab itu, sebuah
ledakan besar akan terjadi pada dunia pendidikan ketika orientasi pendidikan
diarahkan pada peningkatan mutu atau pun kualitas kompetensi guru di berbagai
aspeknya. Lebihlebih guru merupakan sumber daya manusia yang keberadaannya
sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, karenanya profesi guru
merupakan profesi yang dapat saya katakana sedang “naik daun” dan bahkan yang
menakjubkan dalam profesi guru ini adalah jumlah guru di Indonesia dari tahun
ke tahun terus meningkat. Dan jika sampai tidak segera dilakukan upaya
pembenahan secara selektif dalam memilih guru, maka profesi guru ini hanya akan
menjadi profesi “murahan” yang tidak memiliki nilai jual tinggi bagi kemajuan
suatu bangsa.
Dengan
demikian guru tidak akan mendapatkan tempat lagi di hatii masyarakat khususnya
para murid itu sendiri. Dan untuk mengembalikan eksistensi dan citra positif guru
baiknya kita memahami upaya apa yang sekiranya tepat dalam menjaga nama baik
profesi guru yang dikatakan professional.
B.
Pengertian
Profesi
Makna
profesi masih menjadi perbincangan yang menarik untuk dibedah, karena sampai
saat ini masih belum ada kata yang tepat untuk memaknai pengertian profesi. Hal
ini dikarenakan tidak ada standar pekerjaan atau pun tugas yang bisa mewakili
sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi tersebut tidak bersifat
komersial. Akan tetapi lazimnya terdapat empat pekerjaan yang selalu dikaitkan
dengan profesi yaitu kedokteran, hukum, Pendidikan dan kependetaan.
Menurut
Muchtar Lutfi seseorang dapat dikatakan memiliki profesi apabila memiliki
kriteria berikut ini : pertama, profesi
harus mengandung keahlian. Artinya suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu
keahlian. Artinya suatu pofesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang
khusus untuk profesi itu, dan keahlian itu diraih dengan cara mempelajarinya
secara khusus dan bukan diwarisi. Kedua,
profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Ketiga, profesi memiliki teori-teori
yang baku secara universal, artinya profesi itu dijalani dengan aturan yang
jelas, dikenal umum, teorinya terbuka dan secara universal pegangannya itu
diakui. Keempat, profesi itu adalah
untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri. Kelima,profesi
itu harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif,
kecakapan dan kompetensi itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu
terhadap kliennya. Keenam, pemegang profesi memiliki otonomi dalam menjalankan
tugas profesinya dan hanya dapat dinilai oleh rekan seprofesinya. Ketujuh, profesi mempunyai kode etik
profesi. Kedelapan, profesi harus
mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan.
Selain
daripada pertanyaan diatas, Finn menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan
organisasi profesi yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi
itu. Juga Finn pernyatan bahwa suatu profesi harus mengenali dengan jelas
hubungannya dengan profesi yang lain, hal ini diperlukan karena ada kalanya
suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi.
Dari
criteria profesi seperti yang telah diuraikan diatas, Nampak terdapat criteria
yang dapat mewakili tentang pengertian profesi yakni profesi sebagai panggilan
hidup dan keahlian. Jika kita perjelas bahwa profesi sebagai panggilan hidup
merupakan penekanan terhadap bagaimana seseorang melakukan kegiatan berdasarkan
pada pengabdiannya terhadap masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah
dedikasi. Sedangkan keahlian menjadi syarat seseorang untuk melakukan dedikasinya
terhadap masyarakat dengan kompetensi dalam hal peningkatan mutu layanan
terhadap kliennya.
Demikian
profesi dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang dengannya bertindak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki dan didorong dengan adanya motivasi dari dalam
jiwa untuk memberikan yang terbaik atas pekerjaan itu. Seperti yang terdapat
dalam ajaran islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam
artian harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh sebagaimana Sabda
Rasulullah Saw berikut ini.
Artinya
:” jika suatu urusan dikerjakan oleh
seseorang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancuran”. (H.R.Bukhari).
Profesi
adalah suatu bidang pekerjaan yang ingin
ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan
tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat
dari pendidikan akademis yang intensif. Dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa
melakukannya karena harus memiliki syarat-syarat tertentu untuk menjalaninya.
Teori
tentang profesi baiknya sudah teruji dan dapat diakui secara universal, karena
itu merupakan salah satu syarat yang mesti dipenuhi dalam membuat suatu
teori. Begitupun sesuatu dapat dikatakan
sebagai suatu profesi yang profesional harus memerlukan beberapa bidang ilmu
yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi
kepentingan umum. Dengan adanya pengertian profesi semacam ini akan berbeda
dengan pekerjaan yang lain karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan
keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Istilah
yang kemudian berkembang dalam kata dasar profesi adalah profesional. Kata
professional ini merupakan kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata
benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim
dan lain sebagainya. Dengan kata lain, suatu pekerjaan dapat dikatakan
professional manakala pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Secara
umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukanpendidikan lanjut
di dalam science dan teknologi yang
digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat, dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih
bersifat mental dari pada yang bersifat (manual
worl).
Dengan
bertitik tolak dari pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu
pekerjaan dapat dikatakan profesi, yakni :
1. Menuntut
adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
2. Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut
adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekkerjaan yang
dilaksanakannya.
4. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Selain persyaratan tersebut, terdapat persyaratan
lainnya antara lain :
1. Memiliki
kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan funsinya.
2. Memiliki
klien atau objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya, dokter
dengan pasiennya.
3. Diakui
oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Atas dasar pernyataan tersebut, dengan jelas suatu
pekerjaan professional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus
mempersiapkan pekerjaan itu. Demikian pula dengan profesi guru, harus ditempuh
dengan jenjang pendidikan yang sesuai. Dengan kesesuaian pekerjaan menurut
kompetensi yang dimilikinya itu, pemenuhan akan kepuasan atas layanan terhadap
klien atau dalam pendidikan murid sudah dapat dipastikan akan segera tercapai
tujuan pendidikan. Mengingat bentuk layanan ini merupaka bagian dari administrasi
yang wajib terpenuhi dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Adanya kelalaian dalam proses pelayanan jasa
terrhadap public akan mengakibatkan dampak buruk terhadap masa depan pekerjaan
atau profesi tersebut. Dan jika sampai keluhan-keluhan daripada klien tidak
segera difasilitasi maka terjadilah pengabaian kualitas layanan public.
C.
Guru
sebagai Profesi
Menyoal tentang guru dan dunia
pendidikan bisa diibaratkan mengurut benang kusut, dari mana mulai dan pada
titik mana akan berakhirnya. Tentunya, untuk dapat menjawab personal tersebut
harus dapat dilihat dari sudut pandang mana yang harus digunakan dalam melihat
guru. Suatu pendidikan tidak akan pernah berjalan secara optimal manakala tidak
ada peranan guru di dalamnya yang secara kontinu berupa mewujudkan gagasan,
ide, dan pemikiran dalam bentuk perilaku dan sikap yang terbaik dalam tugasnya
sebagai pendidik.
Mengingat guru merupakan sebuah komponen
yang paling penting dalam pendidikan, maka pemecahan masalah guru sudah dapat
dipastikan akan memecahkan sebagian masalah pendidikan. Dan tidaklah
mengherankan jika hari ini peranan guru menjadi sebuah isu sentral dalam upaya
peningkatan kualitas pribadinya dan perbaikan pendidikan bangsa seutuhnya. Guru
merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan unsur keberhasilan pendidikan.
Guru adalah unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik
dalam pendidikan. Terlebih lagi guru yang unggul (the excellent teacher) merupakan critical resource Indonesia any excellent teaching learning activities.
Untuk mempertegas eksistensi guru,
sebagaimana tertera pada UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1;
angka 1) disebutkan bahwa “ guru adalah
pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidik
anak usia dini, jalur pendidikan frmal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”. Profesi guru sungguh nikmat dirasa. Penuh dinamika dan tantangan
kehidupan. Pada perspektif ini akan dibentuk sikap Profesionalisme seorang
guru. Berjuang tanpa kenal lelah demi cerdasnya generasi bangsa.
Di Negara-negara Timur sejak dahulu,
menganggap gur sebagai orang suci dan sakti. Di Jepang, guru disebut sensei, artinya “yang lebih dahulu
lahir” atau “ yang lebih tua”. Di Inggris, guru dikatakan sebagai teacher dan di Jerman der Lehrer yang keduanya berarti
pengajar. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti pengajar,
melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia harus menjadi
penyuluh masyarakat.
Sukmadinata menyatakan bahwa guru adalah
manusia yang memiliki kepribadian sebagai individu. Kepribadian guru, seperti
halnya kepribadian individu pada umumnya terdiri atas aspek jasmaniah,
intelektual, social, emosional, dan moral. Seluruh aspek kepribadian tersebut
terintegrasi membentuk suatu kesatuan yang utuh, yang memiliki ciri-ciri yang
khas. Integrasi dan kekhasan ciri-ciri individu terbentuk sepanjang
perkembangan hidupnya, yang merupakan hasil perpaduan dari ciri-ciri dan kemampuan
bawaan dengan perolehan dari lingkungan dan pengalaman hidupnya.
Seperti halnya pribadi-pribadi yang lain
pembentukan pribadi guru, dipengaruhi faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan keluarganya, sekolahnya di tempat ia dahulu belajar, masyarakat sekitar
serta kondisi dan situasi sekolah di mana sekarang bekerja. Dengan tidak
mengabaikan pengaruh lingkungan yang lain, besar sekali pengaruh dari
pengalaman pendidikannya disekolah tempat dia mempersiapkan dirri dalam
tugasnya sebagai guru. Kepribadian dia sebagai guru, sudah tentu tidak dapat
dipisahkan dari kepribadiannya sebagai individu.
Untuk dapat menjadi guru yang baik dan
bahkan dekat dengan kata professional amat sulit kita temukan pada konteks
sekarang ini. Apalagi pandangan islam terhadap guru ini sangat wara’ atau teliti dan selektif dalam
menentukan seseorang untuk menjadi guru. Pertama,
guru mesti memiliki ilmu yang luas. Ketiga,guru
harus memiliki kesehatan baik secara jasmani maupun rohani. Keempat, guru wajib berkelakuan baik.
Keempat syarat untuk menjadi guru ini berdampak besar pada perubahan peserta
didiknya, jika salah satunya pincang dan tidak dimiliki oleh para guru maka
keberhasilan tujuan pendidikan jauh dari
kata kesuksesan.
Guru memiliki banyak tugas, baik yang
berkaitan dinas maupun diluar dinas yang sifatnya pengabdian. Menurut Uzer
Usman terdapat tiga tugas guru, yakin tuasnya sebagai profesi, kemanusiaan dan dalam hal kemasyarakatan.
Guru dalam proofesi atau pekerjaannya memerlukan keahlian khusus sebagai guru,
karena pekerjaan ini tidak dapat dilakukan leh sembarang orang yang bukan ahli
di bidang kependidikan walaupun kenyataannya masih banyak dilakukan oleh
orang-orang di luar kependidikan. Dan tidaklah heran jika profesi guru ini
mudah terkena pencemaran yang dalam artian dapat merusak citra pendidikan itu
sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
tugas guru meliputi mendidiik, mengajar, dan melatih. Menddik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Menurut Ahmaf Tafsir pendidikan
adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya atau dengan kata lain
usaha untuk memanusiakan manusia. Sedangkan arti pengajaran merupakan transfer
ilmu pengetahuan dari serang guru kepada muridnya, agar ia yang semula tidak
tahu menjadi tahu. Dan melatih sebagai prooses mengembangkan keterampilan pada
murid agar mahir dalam setiap yang diajarkan oleh gurunya.
Sekalipun pengertian pendidikan,
pengajaran dan pelatihan seperti diatas Nampak tidak ada perbedaan yang
signifikan. Karena dari pemaknaan ketiga istilah tersebut masih terdapat
hubungan yang saling berkaitan antara satu sama lainnya, maka tak herran orang
mengartikan mengajar adalah mendidik, mendidik adalah melatih, dan begitupun
sebaliknya.
Tugas guru yang lain adalah dalam bidang
kemanusiaan, guru disekolah harus dapat memposisikan dirinya sebagai orang tua
kedua bagi para muridnya. Guru dituntut harus mampu menarik simpai sehingga ia
menjadi idola bagi muridnya. Pelajaran apapun yang guru sampaikan hendaknya
menjadi motivasi tersendiri bagi muridnya dalam belajar dan mengembangkan
setiap apa yang didapatkan dari gurunya. Dan yang paling membahayakan lagi
adalahh manakala seorang guru sudah tidak mendapatkan tempat hati setiap
muridnya, jika sudah seperti itu jangan mengharap akan adanya murid yang
bersimpati terhadap guru dan jika itu terjadi maka kegagalan pertama bagi
seorang guru adalah ia tidak dapat menanamkan benih ilmu pengetahuannya pada
murid yang sedang diajaarinya. Dengan adanya kegagalan tersebut, setiap materi
yang tidak menarik dipandangannya, sehingga setiap materi yang disampaikan
tidak akan pernah masuk dan diterima oleh murid tersebut.
Sudah selayaknya guru meningkatkan
kompetensinya, karena dengan upaya semacam itu peran guru di hadapan masyarakat
akan lebih terhormat dan menjadi figure sentral dilingkungan dimana guru itu
tinggal. Tugas guru pun tidak tterbatas sampai disitu saja, bahkan guru pada
hakikatnya merupakan komponen strategiss yang memilih peran penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru menjadi faktor penentu
keberhasilan pendidikan yang peranannya tidak dapat tergantikan oleh komponen
manapun dalam kehidupan ini.
Keberadaan guru dalam suatu Negara
sangatlah penting, apalagi bagi bangsa yang sedang berkembang untuk maju dan
terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan
zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran
nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan
seni dalam kadar dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri. Semakin tepat peran
dan fungsi guru dalam menjalankan tugasnya, semakin terjamin, tercipta dan
terbinanya ksiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Demgan
kata lain, potret wajah suatu bangsa dinamika kehidupan akan berbanding lurus
dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
Memang berat tugas menjadi seorang guru,
karena menyangkut masa depan anak bangsa. Guru dituntut untuk memiliki
pengetahuan yang luas, sebagai teladan bagi anak didiknya dan memiliki
keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Dan menjadi seorang
guru tidaklah mudah, perlu adanya usaha maksimal dan mentalitas yang luar
biasa. Menjadi seorang guru bukann hanya sebatas pekerjaan belaka, tetapi
sebuah panggilan jiwa untuk ikut membangun masa depan anak bangsa agar lebih
maju dan berdaya.
Kedudukan guru yang begitu pentingnya
bagi kemajuan masa depan suatu bangsa sampai kapan pun akan tetap diperlukan.
Guru tidak hanya diperlukan bagi muridnya di sekolah, melainkan juga diperlukan
bagi masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan beragam masalah yang dihadapi
masyarakat. Dan Nampak jelas dedikasi seorang guru bagi suatu bangsa tentunya
menjadi tumpuan harapan masa depan, ini terbukti dengan adanya peran guru bagi
pendidikan bangsa menurut Ki Hadjar Dewantara sebagai Ing Ngarso sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut
Wuri Handayani yang mengandung arti bahwa seorang guru harus menjadi suri
tauladan ketika posisinya di depan, ketika di tengah-tengah mampu membangkitkan
semangat dan membangun lingkungan masyarakat, serta ketika berada di belakang
seorang guru harus memberikan motivasi atau dorongan bagi kemajuan suatu
bangsa. Dengan konsep ini, Ki Hadjar
Dewantara kemudian menyebutkan dengan istilah system among atau trilogy
pendidikan.
Istilah “Teacher
is Never Die” atau guru tak kan pernah mati sekiranya tidaklah berlebihan
saya katakan untuk dapat mewakili rasa bangga saya terhadap profesi guru ini.
Karena cendera guru sebagai “ pahlawan tanpa tanda jasa” merupakan predikat
yang sangat berarti dalam dunia pendidikan, sejatinya pengabdian dan
pengorbanan seorang guru tak habis di makan waktu dan tak lekang oleh zaman
dalam rangka mendidik generasi bangsa ini, sehingga tidak peduli dengan materi
yang didapatkannya.
Guru merupakan salah satu figure yang
mempunyai amanat paling agung dan berat tanggung jawabnya. Eksistensi guru
terhadap dekadensi moral sangat krusial sekali, karena baik buruknya nilai
moral suatu bangsa title terhormat
dan beliau seseorang pembawa misi mulia bagi kehidupan ini.
Untuk menghargai pengorbanannya itu
(baca; guru), pemerintah telah memutuskan sekaligus menetapkan bahwa guru bukan
lagi sebaagai “pekerjaan sambilan”. Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana
profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi
jelas tidak bisa di lakukang sembarang orang yang tidak dilatih atau
dipersiapkan untuk itu. Sebagai sebuah profesi, guru bekerja berdasarkan payung
hokum UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta diundangkan dalam
lembaga Negara RI tahun 2005 nomor 157. Dimana dengan adanya undang-undang
tersebut, guru memiliki payung hokum yang jelas dan tegas sebagai profesi yang
perlu keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Ketika guru sudah dianggap sebagai
profesi dan bukan pekerjaan sambilan, tanggung jawab untuk mencerdaskan anak
bangsa melalui pendidikan menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam
menghadapi aral atau rntangan di depan mata. Meskipun dengan gaji yang kecil,
tetapi guru harus tetap menjadi guru. Guru soso yang selalu digugu (didengar)
dan ditiru (deteladani). Anugerah sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”
diharapkan tetap melekat pada guru. Dengan demikian, profesi guru tetap menjadi
profesi yang bermartabat, dihormati dan dihargai di mata masyarakat luas.
Bahkan kelak akan diberi “hadiah” kehidupan yang lebih baik. Dan paling tidak
hari ini profesi guru mendapatkan kehidupan yang lebih layak apabila
disandingkan dengan kesejahteraan guru di masa lalu. Sekalipun gaji yang
didapatkannya terkadang bagaikan duri yang menusuk lapisan kulit dan terasa
sakit, tetapi di sinilah pentingnya kesabaran dan keikhlasan guru dalam
menjalani profesinya.
Guru adalah suatu profesi, sekitarnya
tepat untuk mewakili akan keberadaan guru di bumi ini. Karena untuk dapat
dikatakan sebagai sebuah profesi, guru terlebih dahulu dididik dalam suatu
lembaga keguruan. Dalam lembaga pendidikan tersebut, ia akan belajar tentang
ilmu pengetahuan atau bidang studi yang akan diajarkan, iilmu dan metode
mengajar, serta dibina agar memiliki kepribadian sebagai seorang guru.
D. Guru Profesional
Guru
menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan. Umumnya dalam membangun dan
meningkatkan kualitas sumber dayya manusia. Oleh karenanya profesi guru berbeda
dengan seorang dokter. Jika dokter memberikan obat yang salah pada pasien, maka
ia beranggung jawab terhadap seorang pasien saja yang ditanganinya. Sedangkan guru
memikul tanggung jawab lebih berat lagi karena ketika sampai salah memberikan
“obat”, maka akan berdampak fatal dan ia bertanggung jawab terhadap banyak anak
didik yang diajarnya.
Kendati
pun demikian, kondisi semacam salah mendidik seperti di atas justru harus
dijadikan pelecut semangat perjuangan guru Indonesia untuk meningkatkan
kualitasnya dalam mendidik. Dengan keteladanan dan jiwa besarnya, seorang guru.
Harus selalu berdiri tegak dan tetap tegar di tengah huruk-pikuk kehidupan
bermasyarakat agar dapat terus memberi inspirasi, pencerahan untuk mendidik dan
memotivasi masyarakat.
Pembahasan
tentang peningkatan profesionalisme guru tidak dapat dilepaskan dari kajian
tentang pentingnya keberadaan guru professional. Pertanyaan-pertanyaan terkait
mengapa diperlukan guru professional dan apa standar seorang guru dapat
dikatakan professional harus dijawab terlebih dahulu sebelum kita jauh
melangkah bahwa profesionalisme guru perlu ditingkatkan.
Dalam
rangka proses peningkatan mutu pendidikan diperlukan guru, baik secara
individual maupun kolaboratif untuk melakukan sesuatu, mengubah “status qua” yang terjadi dalam
pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih berkualitas. Patut untuk diketahui
bahwa untuk meningkatkan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas tidak
mesti harus bergantung pada guru sebagai satu-satunya komponen penentu
pendidikan yang ada. Melainkan juga system itu akan sangat berpengaruh dan
penting dalam proses dan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.
Guru
memang bukanlah satu-satunya sumber belajar, walaupuun tugas, peranan dan
fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat penting. Kalau ditilik dalam
sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan
dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman. Sejatinya
guru telah menjadi pendidik professional, karenanya secara implicit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagai tanggung jawab pendidikan yang
terpikul di pundak orang tua. Parra orang tua tatkala menyerahkan anaknya
kepada guru, sekaligus berarti pelimpahan sebagai tanggung jawab pendidikan
anaknya kepada guru tersebut. Hal ini pun menunjukkan pula bahwa orang tua
tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru karena tidak sembarang
dapat menjadi guru. Namun semenjak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dan perkembangan masyarakat serta budaya pada umumnya, beekembang pulalah tugas
dan peran guru, seiring dengan berkembang jumlah anak yang memerlukan
pendidikan.
Secara
harfiah guru professional terdiri dari dua kata yang mengandung makna sangat
menarik untuk dikaji. Kedua makna tersebut akan terwujud manakala saling
melengkapi dalam penggunaannya. Ssebagaimana dalam UU Guru dan Dosen, Guru
sendiri merupakan tenaga pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan
professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
Perihal
teori guru professional telah banyak dikemukakan ooleh para pakar manajemen
pendidikan, seperti Rice & Bishoprick mendefinisikan guru professional
adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sehari-hari. Pendapatnya ini menekankan pada maksud proses yang
bergerak dari ketidak tahuan menjadi tahu, dari tibasa menjadi bisa. Demikian
dalam pengertian ini mengisyaratkkan bahwa guru hendak memiliki pengetahuan
yang luas, kematangan dan mampu menggerakkan dirinya sendiri dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan. Sedangkan menurut Glickman menegaskan bahwa seseorang
akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan dan motivasi kerja
yang tinggi yang dibarengi dengan kesungguhan hati. Hal ini mengindikasikan
bahwa sekalipun seseorang memiliki kemampuan tinggi tetapi motivasinya lemah,
maka tidak dapat dikatakan professional. Dan sebaliknnya jika hanya
mengandalkan motivasi saja tanpa dibarengi kemampuan yang cukup, maka selamanya
pula tidak dapat dikatakan sebagai seorang yang professional.
Pemikiran
Glickman ini amat perlu ada sebuah komitmen, komitmen yang bergerak dari yang
paling rendah menuju paling tinggi. Guru yang memiliki komitmen rendah biasanya
akan memberikan perhatian yang rendah kepada muridnya, sebaliknya jika seorang
guru memiliki komitmen yang tinggi besar kemungkinan perhatiannya pada murid
akan tinggi pula. Dengan adanya komitmen yang tingg tidak aka nada istilah guru
bolos atau mallas-malasan dalam menjalankan kewajibannya untuk mendidik atau
mengajar kepada murid-muridnya.
Padamnya
gelora komitmen guru dalam pendidikan, khususnya dalam keiatan belajar mengajar
dapat disebabkan dari murid itu sendiri dan juga yang terpenting berasal dari
guru sebagai penentu pendidikan. Terkadang guru enggan masuk kelas yang
muri-muridnya mempunyai daya serap rendah, sebab dengan hal semacam ini gairah
ataupun spirit untuk mengajar dapat terpancing manakala berhadapan dengan murid
yang memiliki daya serap tinggi. Padahal kalau kita kaji secara tepat,
permasalahan semacam ini bukan didasarkan pada kelemahan daya serap para murid,
melainkan karena daya baca seorang guru lemah yang menngakibatkan ilmu
pengetahuan mereka dangkal dan sempit, begitupun dengan budaya membaca bagi
siswa tidaklah terbiasa.
Meskipun
pahit, harus dapat diakui bahwa faktor penghambat dalam pendidikan yang
datangnya dari guru cukup bervariasi. Dahulu, guru sangat dihormati, disegani
bagi murid-muridnya dan masyarakat. Tetapi belakangan ini, apalagi semenjak
regradasi moral mulai mengikis atau peserta didik, banyak guru yang menjadi
korban perasaan. Sebab, murid-murid kebanyakan tidak diwarisi nilai-nilai agama
yang mantap ileh orang tuanya bahkan tidak mengindahkan guru lagi.
Guru
merupakan pemeran penting dalam proses pembelajaran. Secara konvensional, guru
palimg tidak haruus memiliki tiga kualifikasi dasar yakni menguasai materi, antusiasme
dan penuh kasih sayang dalam mengajar dan mendidik. Misi adanya guru adalah enlightening.”mencerdaskan bangsa” dan
bukan sebaliknya membodohkan masyarakat, mempersiapkan anak didik sebagai
individu agara bertanggungjawab dan mandiri, bukan menjadikannya manja dan beban
masyarakat. Proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofi guru
bahwa setiap peserta didik adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan
keterampilan.
Namun
dapat kita lihat, secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif. Mereka masih
menggunakan pandangan konvensional dalam menempatkan posisi mereka. Padahal
filosofi terpenting bagi mereka adalah guru sebagai sumber ilmu, ide da
insprasi sehingga muridnya dituntut untuk paham maksud yang disampaikan oleh
guru. Menjadi catatan penting bagi kita, bahwa kreativitas guru juga kedalaman
pengetahuan atau pun wawasan dapat menunjang kualitas profesionalisme guru.
Karena itu, menjadi guru yang professional berarti harus selalu membiasakan
untuk membelajarkan diri.
Menjadi
professional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tetnya
berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat
menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli,
tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personality. Guru harus
memiliki keahlian tertentu dan disandarkan secara kode keprofesian. Bila ia tak
punya keahlian menjadi guru maka tidak dapat disebut sebagai guru. Oleh
karenanya tidak semua orang bisa menjadi guru.
Namun,
pada kenyataannya banyak ditemui bahwa pilihan profesi guru sebagai pilihan
profesi terakhir. Profesi ini dirasa kurang bonafide,
dekat dengan status social menengah ke bawah, bergajji kecil, tidak sejahtera,
dan hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan ada guru yang diambil dengan asal
comot. Yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator kurikulum
pendidikan. Pengentas kebodohan ia merupakan matahari dan pilar peradaban
sekaligus benang merah kemajuan suatu masyarakat dan motor penggerak peradaban
suatu bangsa.
Dapat
dibayangkan bila profesi ini diamanahkan bagi mereka yang tidak professional
dan menjadikan profesi ini sebagai pilihan terakhir. Akan dibawa kemana bangsa
ini? Kemudian yang perlu kita lihat juga adalah prinsip profesionalitas itu
sendiri, sebagaimana yang termaksud dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen berikut ini.
Profesi
guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip :
1.
Memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa, dan idealism;
2.
Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3.
Memiliki kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugasnya.
4.
Memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai bidang tugas.
5.
Memiliki tanggung jawab
atas pelaksanaan tuga keprofesianalan.
6.
Memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.
Memiliki kesepakatan
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjag hayat.
8.
Memiliki jaminan
perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan
9.
Memiliki organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru dan dosen
harus diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menujang tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukan bangsa, dank ode
etik profesi. Demikian pula, seseorang dapat dikatakan guru yang professional
adalah juga dapat dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Hal ini dilakukan
untuk meninkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasiional.
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban :
1.
Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.
2.
Meningkatkan dan
mengembangkan kualitas akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan,, teknologi dan seni.
3.
Bertindak objektifdan
tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras,
dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
4.
Menjunjung tinggi
peraturan perundang-undangan, hokum dank ode etik guru, serta nilai0nilai agama
dan etika.
5.
Memelihara dan menumpuk
persatuan dan kesatuan bangsa.
Guru professional dan bermartabat
menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas,
kritis, inovatif, demokratis dan berakhlak. Guru professional dan bermartabat
memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat.
Sertifikasi guru mendualang harapan agar mewujudkan impian tersebut. Perwujudan
impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras
dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat dan guru.
Demikian guru professional adalah guru
yang meramu kualitas danintegritasnya. Mereka tidak hanya memberikan
pembelajaran bagi peserta diddiknya tetapi mereka juga harus menambah
pembelajaran bagi mereka sendiri kaarena jaman terus berubah. Ia harus terus
meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam berbagai bidang.
E. Organisasi Profesi Guru
Keberadaan
manusia di dunia ini telah membawa sejumlah kemampuan dan kebutuhan untuk
hidup. Dalam menjalankan aktivitasnya, manusia senantiasa didorong oleh upaya
untuk memenuhi kebutuhan dengan menggunakan sejumlah kemampuan yang
dimilikinya. Tingkat keberhasilan dalam usaha dan pencapaian kebutuhannya itu
dapat di pengaruhi oleh sejumlah faktor baik dorongan kebutuhan, kemampuan dan
lingkuungan individu manusia tersebut berada.
Hal
yang nyata, bahwa manusia sebagai individunya tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya oleh seorangdiri. Oleh karena itu, setiap individu manusia senaniasa
melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya untuk memperoleh setiap apa
yang dibutuhkannya. Berangkat dari pemikiran J.J. Rousseau yang mengatakan
bahwa manusia merupaakan Homo Socius (makhluk
social) atau menurut Aristoteles di sebut dengan zoon politicon dank arena pada dasarnya tidak ada individu manusia
yang terlahir dan hidup secara mandiri. Begitu dalam masyarakat modern,
individu manusia dipandang mempunyai keterbatasan kemampuan bila harus memenuhi
kebutuhannya sendiri, maka senantiasa membutuhkan orang lain untuk kerja sama
yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama mereka agar berhasil.
Dalam
usahanya untuk bermasyarakat itu, maka manusia berkelompok atau memasuki suatu
kelompok atau yang disebut dengan organisasi, yang juga unuk mencapai kepuasan
lahir dan batis serta peningkatan diri. Kelompok atau organisasi itu kemudian
menjadi himpunan manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Demikian hal semacam ini memunculkan gagasan tentang adanya
organisasi.
Secara
sederhana organisasi dapat diartikan sebagai suatu perserikataan orang yang
masing-masing diberikan peranan tertentu dan melaksanakan tugas sesuai peranan
tersebut bersama-sama secara terpadu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Akan tetapi, kajian tentang organisasi tidak hanya fokus
pada perkumpulan orang-orang, aktivitas dan tujuan yang akan eksistensi,
perkembangan dan efektivitas organisasi tersebut yang mencakup tupoksi,
teknologi, informasi dan sumber lainnya yang saling mempengaruhi dan terpadu
dalam suatu system yang disebut dengan administrasi dan manajemen,. Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa konsep umum organisasi adalah entitas social
yang secara sadar dikoordinasikan dengan batasan-batasan yang relative dapat
diidentifikasikan dengan terus menerus bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan
umum.
Keberadaan
organisasi pada hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan, dan tujuan tersebut
biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, atau
jika mungkin hal tersebut dicapai secara efisien melalui usaha kelompok untuk
mencapai misi bersama. Lebih jauh menurut Robbin yang dikemukakan dalam buku Strategic Management for Education
Management yang disusun oleh Akdon
adalah bahhwa organisasi mengakui adanya kebutuhan untuk beraktivitas dan
mengkoordinasi pola interaksi para anggota orrganisasi secara formal.
Aktivitas-aktivitas
dalam organisasi tersebut kemudian menghubungkan tujuan organisasi dengan
keberhasilannya, yang kemudian hal ini dikelola melalui sebuah system yang
disebut dengan manajemen untuk mengelompokkan aktivitas-aktivitas tersebut
sedemikian rupa sehingga membentuk struktur organisasi. Struktur organisasi
menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melapor kepada siapa, dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Dengan
demikian, organisasi terdiri dari tugas-tugas dan manusi yang harus
dipertahankan pada suatu tingkat keseimbangan untuk menjalankan system
kerjasama yang ada. Dan setiap adanya kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok
orang yang mewujudkan tujuan bersama, itulah yang disebut dengan organisasi.
Dan suda barang tentu proses pencapaian tujuannya itu diperlukan sebuah upaya
atau proses pencapaian tujuannya itu perlu sebuah upaya atau proses kerja yang
di teratur. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan ilmu administrasi
dan manajemen itu sendiri dalam setiap aktivitas organisasi tersebut agar
tingkat pencapaian keberhasilannya berjalan secara efektif dan efisien..
Banyak
jumla guru di Indonesia yang tidak dibarengi dengan kualitas baik akan menjadi
masalah tersendiri bagi kemajuan pendidkannya. Hal ini juga menjadi daftar
tambah masalah baru bagi tanggung jawab pemerintah dalam menyejahterakan
guru-guru Indonesia yang kian meningkat dari waktu ke waktu. Upaya pemerintah
dalam mengatasi ledakan jumlah guru di indonesa, selalu timbul tenggelam.
Keseriusan yang dilakukan pemerintah selalu berbenturan dengan realita yang
justru mendatangkan hantaman luar biasa terhadap pendidikan, sehingga berdampak
pada bagaimana konsekuensinya dalam menjalankan amanah darii tujuan pendidikan
itu sendiri.
Tak
heran dengan jumlah guru yang begtu banyak, banyak pulalah organisasi profesi
keguruan berdri dengan alih-alih memperjuangkan penngkatan kesejahteraan guru.
Dperkuat lagi dalam UU Nomor 14 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa
organisasi guru adalah perkumpulan yang berbadan hokum yang ddirikan dan diurus
oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Sehingga dengan adanya
organisasi profesi keguruan ini, segala kewenangan yang berkaitan dengan guru
dan profesonalitasnya adalah mutlak menjad hak yang wajib dimiliki oleh setiap
guru yang ada di Indonesia.
Di
dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/ kependdikan telah banyak
mengalami diiferensasi dandiversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya
diferensiasi dan diversikasi profesi kependidikan. Sebagaiimana dinyatakan
dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayatv(6) bahwa “pendidikan adalah tenaga kependidikan yang berkualfkasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan”.
Dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dikemukakan oleh : “organisasi profesi
guru adalah perkumpulan yang berbadan hokum yang ddirikan dan d urus oleh guru
untuk mengembangkan profesonalitas guru”. Lebih lanjut dijelaskan hal-hal
seagai berikut :
Pasal
41
1.
Guru dapat membentuk
organisasi profesi yang bersifat independen.
2.
Organisasi profesi
sebagamana dmaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru wajib menjadi
anggota profesi.
4.
Pembentukan organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5.
Pemerintah dan/ atau
pemerinta daerah dapat memfaslitasi organisasi profesii guru dala pelaksanaan,
pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi
profesi guru mempunya kewenangan:
1.
Menetapkan dan
menegakkan kode etik guru.
2.
Memberkan bantuan hokum
kepada guru.
3.
Memberii perlindungan
profesi guru.
4.
Melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi guru.
5.
Memajukan pendidikan
nasional.
Organisasii
apapun yang dibentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah member manfaat
kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan
professional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan professional, dan
melndungi masyarakat dari kemungkinan malpraktik dari layanan profesional.
Termasuk organisasi profesi guru yang merupakan wabah untuk memayungi guru dan
menyatukan gerak langkah anggotamya berdasarkan misi-misi yang ada di
organisasi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Adapun sifat organisasi guru ini adalah independen dan fungsinya adalah untuk
memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependiidikan,
perlindungan profesi, kesejah teraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar yang bersifat membangun, agar kami dapat mengembangkan media ini!